Archive | June 2012

Waspadai Gejala Awal Waham Kebesaran!

Mister J uring-uringan, sebagai salah satu manager proyek Mister J merasa tersinggung ketika tidak dilibatkan dalam diskusi via email tentang suatu proyek pendidikan. Mister J beranggapan sebagai mantan seorang spesialis pendidikan Mister J harus dilibatkan dalam semua diskusi tentang proyek pendidikan. Sebagai teman Mister J, saya waktu itu masih menganggap bahwa ini adalah hal yang wajar. Yah.. Mister J juga manusia biasa yang mungkin masih dalam proses menuju kedewasaannya.

Lambat laun ternyata saya kena batunya juga. Waktu itu saya mendapatkan informasi tentang sebuah lomba di internet yaitu lomba menulis yang diselenggarakan oleh salah satu instansi pemerintah. Saya pikir ini adalah kesempatan yang baik. Siapa tahu dengan mengikuti lomba menulis ini, pemerintah mendapat masukan yang baik dari masyarakat dan kemudian menerapkannya demi menjalankan roda pemerintahan yang lebih baik. Karena menurut saya lomba ini baik maka saya informasikan via email ke beberapa rekan manager termasuk Mister J. Ternyata beberapa saat kemudian datanglah balasan email dari Mister J. Kalimatnya garang. Saya dianjurkan untuk berhati-hati dan tidak mengikuti lomba ini. Menurut Mister J tidak baik kalau perusahaan dimana kami bernaung mengikuti lomba menulis ini. Kalau mengikuti lomba menulis ini berarti kita setuju dengan ideologi politik bangsa ini yang jelas-jelas tidak sesuai dengan ideologi perusahaan. Begitu kata Mister J. Karena balasan Mister J yang cepat tersebut, saya berasumsi bahwa Mister J tidak membaca lampiran email yang saya kirimkan. Asumsi saya kalau Mister J membaca lampiran email yang saya kirimkan maka ia akan menemukan bahwa lomba ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik. Ini semata-mata lomba menulis biasa yang bertujuan memberikan masukan ke pemerintah. Kemudian emailnya saya balas. Saya mencoba menanyakan ke Mister J apakah ia sudah membaca lampiran email tersebut. Saya terangkan asumsi saya tadi dengan lebih terperinci dengan bahasa yang cukup sederhana. Ternyata tak berapa lama, datang lagi email Mister J. Isinya, “Justru karena saya sudah membaca lampirannya maka saya sarankan untuk tidak mengikuti lomba ini” begitu tulisannya dalam email. Karena tidak ingin memperpanjang, saya hanya menjawab “terimakasih atas sarannya” dan akhirnya tidak ada jawaban email lagi dari Mister J.

Dalam keseharian kami bertegur sapa, ternyata saya makin menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam tutur kata Mister J. Dalam setiap diskusi ia berusaha memberikan kesan merendah namun ternyata kalau kita simak baik-baik tutur katanya, ia lebih banyak berkata-kata tentang dirinya sendiri. Ia dulu beginilah, ia dulu begitulah, ia dengan kesuksesannya sering diundang bertemu dengan gubernur, dan lain sebagainya. Intinya, semua tentang apa yang ia lakukan yang telah berhasil di masa lampau. Beberapa kali saya mencoba mengecek kebenarannya lewat rekan-rekannya yang dulu pernah bekerja sama dengan dia namun ternyata informasi yang saya dapatkan justru bertolak belakang dengan kenyataan yang coba disampaikan oleh Mister J. Akhirnya sebagai seseorang dengan latar belakang medis, saya mencoba menarik kesimpulan tentang situasi Mister J ini. Kesimpulan saya, jangan-jangan ini adalah gejala awal dirinya mengidap apa yang disebut dengan Waham Kebesaran. Apa itu Waham? Beberapa definisi berikut mungkin bisa membantu. Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilannya (Maramis, W.F, 1995). Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan (Harold I, 1998). Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004). Kata-kata yang sering disampaikan oleh seseorang secara berulang-ulang yang tidak sesuai dengan logika, itulah yang disebut dengan Isi Waham. Isi waham sangat bergantung pada latar belakang pendidikan dan sosiokultural seseorang. Waham dikelompokkan menurut tema utamanya. Waham kebesaran (grandeur delusion) adalah suatu konsep pemikiran yang berlebihan tentang kekuatan, kepandaian, kekayaan dan identitas seseorang.

Kemudian saya mencoba menelusuri faktor-faktor apa yang bisa menyebabkan seseorang itu menderita gejala awal Waham. Ternyata ada faktor predisposisi. Faktor predisposisi ini terdiri dari faktor biologis, faktor genetik, faktor psikologis, dan sosial budaya. Faktor biologis menyangkut apakah ada gangguan perkembangan otak, apakah ada gangguan tumbuh kembang, atau apakah orang tersebut dilahirkan kembar (monozigot atau kembar dua telur). Faktor genetik adalah faktor yang diturunkan yaitu apakah ada riwayat skizofrenia dalam keluarga. Faktor psikologis terdiri dari: ibu/ pengasuh yang over protektif, dingin, dan tidak sensitif. Selain itu adanya hubungan dengan ayah yang tidak dekat atau kurang perhatian atau bisa juga mendapatkan perhatian yang berlebihan dari sang ayah. Sedangkan faktor sosial budaya terdiri dari: stress yang menumpuk, hubungan sosial yang tidak harmonis, dan kemiskinan. Selain faktor di atas, juga ada faktor lainnya seperti faktor presipitasi yang di dalamnya berisi faktor biokimia dan psikologi. Faktor biokimia memandang ada kaitannya Waham bisa muncul karena dipacu oleh zat kimia tertentu, sedangkan faktor psikologis diduga berkaitan dengan kecemasan yang ekstrim yang disertai dengan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah.

Wah..kira-kira faktor apa yang mempengaruhi Mister J ya?

Saya mencoba mendalami masa lalu Mister J. Tepatnya, masa kecilnya. Mister J ini dikenal takut sekali dengan yang namanya ikan. Konon, menurut penuturan Mister J, dirinya pernah direndam di kolam ikan oleh ibunya. Sampai sekarang Mister J tidak berani makan ikan. Saya sendiri masih agak kabur soal apa alasan ibunya merendam Mister J kecil dalam kolam ikan tersebut. Ketika ditanyakan ke Mister J, jawabannya selalu berubah-ubah. Oh iya, Mister J juga kehilangan figur ayah pada masa remajanya. Mungkin ini juga salah satu faktor yang menyebabkan munculnya gejala Waham Kebesaran pada Mister J. Semakin saya telusuri, saya semakin yakin bahwa apa yang terjadi pada Mister J mungkin baru tahap awal dari sebuah Waham Kebesaran. Bisa saja ini berlanjut sampai ke level skizofrenia atau bisa dicegah jika ada pihak-pihak yang bisa membantu Mister J menyadari realitanya.

Terus bagaimana cara membantu Mister J ini? Karena ini masih gejala, caranya gampang saja. Pertama, bangunlah hubungan saling percaya. Walau ini sulit tapi worth to try. Dengan saling percaya tentu makin lama akan makin banyak sharing yang kita dengarkan darinya. Dalam sharing tersebut tentu ada beberapa yang merupakan Isi Waham namun tidak apa. Dengarkan saja sampai selesai. Jangan berkomentar yang menolak ataupun membenarkan isi waham tersebut. Kedua, bantu dia mengidentifikasi kemampuan nyata yang ia miliki. Beri pujian pada kemampuannya yang realistik. Diskusikan kemampuannya ini dengan berhati-hati pada kemungkinan munculnya isi waham. Berikan pujian pada tindakan-tindakan positif atau prestasi nyata yang telah ia lakukan bukan pada apa yang ia bayangkan telah ia lakukan (isi waham). Dengan terus menerus menerapkan cara ini mudah-mudahan apa yang tadinya hanya gejala ini tidak akan sampai pada pada tahap lanjut menjadi Waham Kebesaran hingga skizofrenia. Ini yang sekarang saya coba terapkan dalam interaksi saya dengan Mister J.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering bertemu dengan orang-orang seperti Mister J. Atau mari kita coba selidiki dulu tabiat kita dalam berinteraksi dengan sesama. Apakah ada gejala-gejala seperti Mister J yang telah kita tunjukkan selama ini? Kalau ada mari lekas-lekas berbenah dan mengambil langkah mengatasinya. Yang jelas, ayo sama-sama kita waspadai gejala-gejalanya dan sebisa mungkin mengatasinya sebelum merugikan diri sendiri dan orang lain.

Rayap-Rayap Pernikahan

Coptotermes dan Sedoterme, adalah dua jenis rayap yang paling cepat menyerang bangunan. Akhir Maret 2006, binatang kecil dari ordo Isoptera ini mendadak ngetop. Enggak tanggung-tanggung, ia ketahuan merusak Istana Negara dan Istana Merdeka!

Pejabat negara ikutan kebakaran jenggot. Menteri Pekerjaan Umum jadi punya tugas tambahan. Para pakar rayap Indonesia, ikut sibuk. Wajar saja, karena rayap ternyata bisa membahayakan keselamatan Presiden Yudhoyono. Layaknya teroris saja!

Di Indonesia, masalah rayap bukan hal baru. Para pakar mengklaim 50 persen gedung di Jakarta telah diserang rayap. Tiap tahun kerugian mencapai sekitar Rp 238 miliar. Jumlah yang fantastis untuk ukuran hewan seimut rayap. Gerogotan rayap memang bisa membahayakan. Pelan tapi pasti, bangunan semegah apa pun, bisa hancur gara-gara rayap. Rayap sanggup menembus penghalang fisik. Bahkan, gedung dengan struktur yang sangat kokoh pun tidak bebas rayap. Jadi, satu-satunya cara adalah dengan melakukan pencegahan dan perawatan. Harus ada antisipasi. Demikian juga dengan hidup pernikahan. Sebuah pernikahan yang dibangun di atas cinta yang menggebu, di atas komitmen yang begitu kuat sekalipun, tidak lantas imun dari “rayap-rayap”. Maka, adalah baik dan perlu kita mengantisipasinya. Minimal mengenalinya.

Berikut beberapa “rayap” berbahaya yang bisa menggerogoti dan menghancurkan hidup pernikahan kita.

Pertama, harapan yang tidak realistis. Seperti cinta romantis ala dongeng pengantar tidur, Cinderella, Putri Salju, Beauty and the Beast, yang selalu berakhir indah. Seakan-akan pernikahan isinya melulu kebahagiaan. Tanpa masalah. Hanya ada keajaiban. Penuh bunga kemesraan yang tidak pernah berlalu.

Padahal, jelas tidak begitu kan. Pernikahan tidak melulu berisi bunga. Kadang juga berisi kerikil. Atau, kalau pun berisi bunga; bunga bangkai berduri. Jadi sudah bangkai, berduri pula. Pernikahan juga tidak selalu berselimut kemesraan. Kadang juga ada kebosanan, tangisan, keruwetan.

Kedua, berkurangnya sikap saling mengerti. Kesalahan kecil, bisa bikin ledakan emosi mahahebat. Herannya, waktu pacaran pengertian bisa terjembatani begitu mulus. Berjalan dengan begitu kuat. Tapi setelah menikah, tingkat pengertian kerap bagai terjun bebas ke titik nadir. Toleransi menjadi rendah sesudah menikah.

Waktu pacaran, kakinya doi terantuk batu saja langsung heboh. Seolah mendadak ada gempa bumi. Kaki doi dipijit, diusap-usap, disayang-sayang. Keadaan bisa terbalik 180 derajat setelah menikah. “Matamu ke mana sih?”

Ketiga, berkurangnya tekad untuk mempertahankan pernikahan. Menganggap pernikahan seolah sesuatu yang sekali pakai lalu buang. Berantem dikit, pengen cerai. Kesal dikit, bilangnya, “Sudah deh, kembalikan aku ke rumah orang tuaku!” Bila badai mengguncang biduk rumah tangga, kita lekas putus asa. Enggak punya daya juang untuk mempertahankan. Gampang menyerah. Lalu bagaimana kita menangani “rayap-rayap” penggeregot itu, sehingga pernikahan kita tetap kokoh kuat?

Yaitu, dengan membangun sikap positif. Mikha 6:8, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan
hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” Konteks ayat ini adalah umat Tuhan yang sudah terjebak dalam ibadah yang legalistis. Tuhan ingin umat-Nya itu tidak hanya terpaku pada aturan-aturan formal keagamaan, tapi juga memperhatikan hidup sehari-hari. Sebab ibadah kepada Tuhan tidak hanya soal kultis, tapi juga soal etis. Namun, ayat ini juga bisa dikenakan dalam konteks hidup pernikahan, khususnya dalam “membasmi rayap-rayap penggerogot” tadi. Adil, mencintai kesetiaan, dan rendah hati.  Adil artinya, apa yang kita ingin pasangan kita lakukan kepada kita, lakukan lebih dahulu kepadanya. Kalau kita ingin pasangan kita menghargai kita, hargailah ia lebih dulu. Kalau kita ingin pasangan
kita bersikap baik kepada kita, bersikap baiklah lebih dulu kepada ia, dan seterusnya.

Mencintai kesetiaan, teguh pada janji, komit dengan tanggung jawab. Enggak suka nyeleweng, lalu cari-cari alasan pembenaran. Setia kepada sesama, setia kepada Tuhan. Kesetian harus dimulai dari
perkara-perkara sederhana.

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
(Lukas 16:10). Jadi jangan harap kita bisa setia dalam hidup pernikahan kita, kalau janji mau nonton saja, misalnya, kerap diingkari. Rendah hati tumbuh dari kesadaran bahwa kita membutuhkan pasangan
kita. Kita ini seumpama burung dengan satu sayap. Pasangan kita punya sebelah sayap yang lain. Kita hanya bisa terbang kalau menggunakan kedua sayap tersebut.  Rendah hati juga berarti, kesediaan untuk meminta maaf, kalau salah. Kesediaan memberi maaf dan memahami bahwa pasangan kita pun bisa khilaf.

Rendah hati juga membuat mulut kita ringan dan tulus mengucapkan terima kasih dan memuji.

Renungan oleh Ayub Yahya, diposting ulang karena artikel ini bagus sekali.

Doa Orang Benar Besar Kuasanya

Percayakah saudara bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang menjawab doa.. Dia adalah Allah yang mendengar doa anak-anak-Nya. Mari kita lihat apa yang Tuhan ajarkan tentang kuasa dari dari doa. “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” Yak 5:16. Saya percaya tidak semua doa dijawab Tuhan, tidak semua doa besar kuasanya. Doa yang bagaimana yang berkuasa dan dijawab Tuhan? Dari ayat diatas kita melihat bahwa ada beberapa kriteria yang Tuhan tunjukkan kepada setiap kita supaya kita bisa berdoa dengan penuh kuasa.

Kriteria yang pertama adalah “doa orang benar” Apa itu artinya? Apakah kita harus melipat tangan, tutup mata, berlutut, berteriak, hikmat, atau berpuasa waktu kita berdoa?? Yesus mengajarkan bahwa kebenaran itu cuma satu, yaitu Dia sendiri, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup…” Yoh 14:6. Kebenaran itu bukanlah ‘cara’ tetapi keadaan hati kita waktu berdoa! Hati kita harus benar diahadapan Allah! Untuk dibenarkan kita perlu bertobat. Pertobatanmu membawa engkau kepada pembenaran Allah! Itulah sebabnya kita harus saling mengaku dosa, artinya kita perlu hidup didalam pertobatan yang benar setiap hari! Pertobatan akan membawa kita semakin dekat dengan Tuhan. Didalam tubuh yang sehat, hidup yang nyaman, seringkali orang kita tidak sadar bahwa rohani kita dalam keadaan ‘sakit’. Pertobatan membawa kesembuhan atas rohanimu! Doa orang benar adalah doa seorang yang hidupnya berkenan dihadapan Allah!

Kriteria yang kedua adalah “dengan yakin didoakan.” Kata ‘yakin’ disini berarti antusias, sungguh-sungguh, meluap seperti air yang mendidih. Semua hamba-hamba Tuhan yang ada dialkitab, yang doanya dijawab Tuhan, mereka telah berdoa dengan sungguh-sungguh! “Musa dan Harun diantara imam-imam-Nya, dan Samuel diantara orang-orang yang menyerukan nama-Nya. Mereka berseru kepada Tuhan dan Ia menjawab mereka.” Maz 99:6. “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun dibumi selama tiga tahun dan enam bulan.” Yak 5:17. Allah tidak melihat apa yang nampak dari luar, tetapi Ia melihat kedalam hati kita! Dia melihat berapa besar kesungghan kita! Kadang ktia harus mengalami keadaan yang berat atau ‘kepepet’, nah…. jika sudah seperti ini pasti kita berteriak, sungguh-sungguh berseru kepada Tuhan.

Kriteria yang ketiga adalah hubungan yang dekat dengan Tuhan. Adalah hal yang sangat wajar jika kita cenderung lebih sayang dengan orang yang dekat daripada orang yang baru kenal. Pergaulan membuat seserorang menjadi dekat. Semua pahlawan-pahlawan iman didalam Alkitab, seperti Abraham, Musa, Daniel, Elia, Paulus dan banyak lagi lainnya. Samuel sejak dari kecil ia telah bergaul dengan Allah, bahkan ia telah mendengar suara Allah sejak kecil. “Lalu datanglah Tuhan, berdiri disana dan memanggil sseeprti yang sudah-sudah: “Samuel! Samuel!” dan Samuel menjawab: “Berbicaralah, sebab hambamu ini mendengar.” 1 Sam 3:10. Saudara yang terkasih, jika kita hidup bergaul dengan Allah, dekat dengan Dia, maka kita akan mendengar suara-Nya. Juga kita melihat bahwa Samuel terus bertumbuh didalam pergaulannya dengan Tuhan sampai ia menjadi besar dan menjadi seorang hakim bagi Israel. “Samuel mendengar segala perkataan bangsa itu, dan menyampaikannya kepada Tuhan. Tuhan berfirman kepada Samuel…” 1 Sam 8:21-22. “Tetapi Tuhan telah menyatakan kepada Samuel..” 1 Sam 9:15. Kita lihat disini bahwa orang yang bergaul dengan Allah, ia akan berbicara kepada Allah dan Allah menjawabnya. Bukankah doa artinya kita berbicara kepada Tuhan?? Jika kita hidup berkenan kepada-Nya, maka doa kita akan didengar oleh Tuhan dan Ia akan menjawabnya, bahkan kita akan berbicara dengan Tuhan seperti dengan seorang sahabat!! Sungguh alangkah indahnya jika kita mempunyai hubungan yang dekat denganTuhan. Ketahuilah saudara, bahwa Dia adalah Tuhan yang dekat, Roh Kudus-Nya ada dihatimu! Mari kita menjalin hubungan yang manis dengan Roh Kudus, maka doamu akan sangat besar kuasanya. Selamat menikmati hubungan yang manis dengan Roh Kudus, Tuhan memberkati!

Renungan oleh Samuel Yusuf, 28 November 2001